<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d37814260\x26blogName\x3dArtikel+Keluarga\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://dmrulikeluarga.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://dmrulikeluarga.blogspot.com/\x26vt\x3d-9029748311238831192', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Dharma

Name:Dharma Maruli Tampubolon
Home: Jakarta, Indonesia


waktu Jakarta


Aksara Bermakna

Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa "membaca" adalah syarat utama guna membangun sebuah peradaban. Semakin bagus sesuatu yang dibaca, maka semakin tinggi peradaban, demikian pula sebaliknya. Tidak mustahil pada suatu ketika "manusia" akan didefinisikan sebagai "makhluk membaca", suatu definisi yang tidak kurang nilai kebenarannya dari definisi lainnya semacam "makhluk sosial" atau "makhluk berpikir".



Add to Technorati Favorites

Add to My Yahoo!

Salam Pembuka

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Selamat datang di website ku. Personal website ini di luncurkan sebagai upaya untuk penyebarluasan informasi. Content yang disajikan diantaranya berisi artikel yang bersifat umum maupun yang specific seperti "Hukum", "Keluarga" dan "Dunia Islam". Informasi yang tersaji, dapat dijadikan sebagai bahan renungan sehingga dapat memberi pencerahan serta dapat memperluas cakrawala berpikir.
Apabila anda berkeinginan untuk menyampaikan pesan dan kesan, silahkan klik "post a comment" disetiap akhir posting tulisan. Kritik dan saran dapat anda layangkan ke dmruli@yahoo.co.id

Semoga karya ini bermanfaat.

www.flickr.com

Thursday, October 23, 2008

Istimewanya seorang wanita

Kaum feminis bilang susah jadi wanita, lihat saja peraturan dibawah ini:

1. Wanita auratnya lebih susah dijaga (lebih banyak) dibanding lelaki.
2. Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah
tetapi tidak sebaliknya.
3. Wanita saksinya (apabila menjadi saksi) kurang berbanding lelaki.
4. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki.
5. Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung Dan melahirkan anak.
6. Wanita wajib taat kepada suaminya, sementara suami tak perlu taat
pada isterinya.
7. Talak terletak di tangan suami Dan bukan isteri.
8. Wanita kurang dalam beribadat karena adanya masalah haid Dan nifas
yang tak Ada pada lelaki.

Itu sebabnya mereka tidak henti-hentinya berpromosi untuk "MEMERDEKAKAN
WANITA".

Pernahkah Kita lihat sebaliknya (kenyataannya) ?
1. Benda yang Mahal harganya akan dijaga Dan dibelai serta disimpan
ditempat yang teraman Dan terbaik. Sudah pasti intan permata tidak
Akan dibiar terserak bukan? Itulah bandingannya dengan seorang wanita.

2. Wanita perlu taat kepada suami, tetapi tahukah lelaki wajib taat
kepada ibunya 3 kali lebih utama daripada kepada bapaknya?

3. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki, tetapi
tahukah harta itu menjadi milik pribadinya Dan tidak perlu diserahkan
kepada suaminya, sementara apabila lelaki menerima warisan,IA
perlu/wajib juga menggunakan hartanya untuk isteri Dan anak-anak.

4. Wanita perlu bersusah payah mengandung Dan melahirkan anak,tetapi
tahukah bahwa setiap saat dia didoakan oleh segala makhluk, malaikat
Dan seluruh makhluk ALLAH di muka bumi ini, Dan tahukah jika ia mati
karena melahirkan adalah syahid Dan surga menantinya.

5. Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggungjawabk an
terhadap! 4 wanita, yaitu : Isterinya, ibunya, anak perempuannya dan
saudara perempuannya. Artinya, bagi seorang wanita tanggung jawab
terhadapnya ditanggung oleh 4 orang lelaki,yaitu : suaminya, ayahnya,
anak lelakinya Dan saudara lelakinya.

6. Seorang wanita boleh memasuki pintu syurga melalui pintu surga yang
mana saja yang disukainya, cukup dengan 4 syarat saja,
yaitu:sembahyang 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat kepada
suaminya Dan menjaga kehormatannya.

7. Seorang lelaki wajib berjihad fisabilillah, sementara bagi wanita
jika taat akan suaminya, serta menunaikan tanggungjawabnya
kepada ALLAH, maka ia akan turut menerima pahala setara seperti pahala
orang pergi berjihad fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata.

Masya ALLAH ! Demikian sayangnya ALLAH pada wanita
Ingat firman Nya, bahwa mereka tidak akan berhenti melakukan segala
upaya, sampai Kita ikut / tunduk kepada cara-cara / peraturan
Buatan mereka. (emansipasi Ala western)

Yakinlah, bahwa sebagai dzat yang Maha Pencipta, yang menciptakan
Kita, maka sudah pasti Ia yang Maha Tahu akan manusia, sehingga segala
Hukumnya / peraturannya, adalah YANG TERBAIK bagi manusia dibandingkan
dengan segala peraturan/hukum buatan manusia.

Jagalah isterimu karena dia perhiasan, pakaian dan ladangmu,
sebagaimana Rasulullah pernah mengajarkan agar Kita (kaum lelaki)
Berbuat baik selalu (gently) terhadap isterimu.

Adalah sabda Rasulullah bahwa ketika kita memiliki dua atau lebih anak
perempuan, mampu menjaga Dan mengantarkannya menjadi muslimah Yang
baik, maka surga adalah jaminannya. (untuk anak laki2 berlaku kaidah
yang berbeda).

Berbahagialah wahai para muslimah. Jangan risau hanya untuk apresiasi
absurd Dan semu di dunia ini. Tunaikan Dan tegakkan kewajiban agamamu,
niscaya surga menantimu

<<....baca lanjutannya

Sunday, December 24, 2006

Mendudukan masalah Poligami

Oleh : Salahuddin Wahid

Masalah poligami (poligini atau poliandri) kembali menjadi bahan polemik ketika Aa Gym dengan izin Teh Ninih menikahi Rini. Muncullah protes dari para ibu penggemar Aa Gym. Heboh poligami (lebih tepat disebut poligini atau beristri banyak) Aa Gym tidak kalah oleh pernikahan Bung Karno dengan Hartini pada tahun 1952. Tetapi karena poligami sudah menjadi istilah yang populer dengan pengertian beristri banyak, istilah tersebut tetap dipergunakan.

Tidak bisa dihindari terjadilah debat antara penentang dan pembela poligami dalam pengertian beristri banyak, baik pada tahun 1952 maupun 2006. kalau tentang poliandri (bersuami banyak) tidak ada perbedaan pendapat, itu dilarang oleh Islam dan oleh negara. Hanya ada perbedaan bahwa beberapa tokoh organisasi wanita Islam saat ini menyatakan penolakan secara terbuka terhadap poligami dan meminta poligami dilarang di Indonesia. Tulisan ini bermaksud memetakan spektrum pemikiran di kalangan Islam menanggapi poligami, dari yang paling menentang sampai yang mendukung.

Yang mendukung poligami dapat kita bagi ke dalam beberapa kelompok. Yang paling menarik ialah pasangan Dr. Gina Puspita dan Dr. Abdurrahman. Sebelum mereka menikah, keduanya sepakat menerima poligami sebagai hukum Allah SWT yang harus diterima dan dijalankan dengan kesadaran dan keikhlasan dengan tujuan membesarkan nama Allah. Karena itu, sejak awal Gina menyetujui suaminya mempunyai empat istri, bahkan mencarikan istri-istri itu bagi suaminya.

Saya hanya mendengar penjelasan kedua suami istri itu secara sekilas di TV dan belum mengetahui lebih jauh dan lebih dalam bagaimana sebenarnya pandangan mereka. Walaupun belum memahami pendirian pasangan suami istri itu dan karenanya tidak setuju, sejogjanya kita menghormati pendirian mereka itu. Saya sekilas melihat bukan nafsu yang menjadi dasar dan titik tolak praktik poligami yang mereka lakukan. Sekilas berarti bisa benar dan bisa tidak. Saya tidak tahu apakah Aa Gym sama pendirian dan sama pendapat nya dengan pasangan diatas. Tetapi yang saya tangkap dari penjelasan singkat Aa Gym di TV tampaknya berbeda. Dia hanya menjelaskan bahwa untuk melakukan poligami kita harus menguasai ilmunya tanpa penjelasan ilmu apa yang dimaksud. Apakah ilmu meyakinkan istri pertama atau ilmu supaya bisa adil atau ilmu seperti yang diyakini oleh pasangan Abdurrahman dan Gina, tidak jelas.

Pendapat lainnya adalah yang menyetujui poligami dan menganggap poligami adalah sunnah Rasul. Buat mereka yang penting ialah nikah yang sah menurut agama. Pencatatan di KUA tidak terlalu penting. Padahal, bagi istri kedua dan seterusnya, pencatatan itu penting untuk bisa memperoleh akta kelahiran bagi anak hasil perkawinan yang tidak dicatat itu. Tetapi tampaknya, istri kedua tidak memedulikan masalah tersebut atau mungkin tidak paham.

Kelompok lainnya ialah mereka yang menikahi janda yang punya beberapa anak dengan niat untuk membantu meringankan beban dan menyantuni anak yatim. Pendapat ini dibantah dengan argumentasi bahwa kalau memang niatnya ingin membantu anak yatim, tidak perlu dengan menikahi janda itu. Bahkan, dengan begitu bisa membantu lebih banyak anak yatim. Kita tentu tidak mampu menilai niat apa yang ada dalam hati seseorang.

Kelompok yang menentang atau menolak poligami juga terbagi di dalam beberapa kelompok. Ada kelompok yang menyatakan bahwa poligami ini sebenarnya dilarang oleh Islam karena tidak mungkin ada orang yang mampu bersikap adil. Tidak mungkin kita meniru Rasulullah saw dalam masalah keadilan. Rasulullah melakukan poligami setelah 28 tahun hidup dengan seorang istri, Khadijah, yang lebih tua 15 tahun. Poligami dilakukan oleh Rasulullah lebih karena tujuan politik atau sosial. Rasulullah tidak memberi izin saat Ali bin Abi Thalib menantu beliau untuk melakukan poligami.

Juga dikatakan bahwa pada saat turun ayat tentang poligami, di dalam masyarakat Arab poligami terjadi tanpa batas jumlah istri. Islam membatasi sampai empat istri, maksudnya adalah melarang poligami secara bertahap. Jadi saat ini menurut mereka tahapnya sudah mencapai kondisi harus ada pelarangan poligami. Hal ini bisa dilihat pada kenyataan bahwa di Turki, Tunisia, Maroko, poligami telah dilarang. Maka di Indonesia poligami juga harus dilarang.

Ada juga yang menolak dengan alasan HAM yang sekarang sudah masuk UUD hasil amandemen pasal 28 (huruf a s/d huruf j). salah satu alasan suami boleh berpoligami ialah kalau istri tidak bisa memberi keturunan. Kalau suami mandul, apakah istri boleh berpoliandri. Yang bertanya tidak mau paham bahwa menurut Islam istri tidak boleh bersuami lebih dari satu orang, sedang suami boleh beristri lebih dari satu dengan syarat tertentu. Ada yang mengatakan bahwa kalau begitu Tuhan tidak adil. Apakah kita punya hak untuk menilai Tuhan? UUD pasal 28 huruf j mengatur bahwa HAM di Indonesia tidak mutlak.

Pendapat yang saling bertentangan yang diuraikan diatas adalah realitas yang ada. Masing-masing pihak tentu berhak meyakininya untuk diri sendiri. Tetapi jika sejumlah pendapat bertentangan itu dipaksakan pada orang lain di dalam masyarakat, tentu membutuhkan peraturan yang menjadi pegangan kita semua di dalam bermasyarakat dan bernegara.

Peraturan perundangan dalam masalah perkawinan yang berlaku saat ini di Indonesia ialah UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, yang dilengkapi dengan kompilasi hukum Islam. Inti berbagai peraturan itu : poligami diperbolehkan dan tidak dilarang, tetapi disertai syarat adanya keadaan yang membolehkan terjadinya poligami dan adanya izin dari istri pertama dan dari pengadilan agama.

Bagi PNS, disusun Peraturan Pemerintah No. 10 /1983 (disahkan pada 21 April 1983) yang mempersyaratkan adanya tambahan izin untuk berpoligami dari atasan. PP itu telah diubah dengan PP No. 45/1990 tahun 2000 pernah ada usul untuk mencabut PP itu. Tetapi Ibu negara Shinta Nuriyah dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas menentang usul itu.

Menyusul heboh poligami Aa Gym, PP yang berlaku hanya untuk PNS itu direncanakan oleh Presiden SBY akan diperluas untuk pejabat negara dan masyarakat umum. Muncul reaksi negatif dari banyak tokoh seperti ketua umum PB NU Dr. Hasyim Muzadi dan ketua PP Muhammadiyah Dr. Din Syamsuddin. Menurut mereka, negara jangan mencampuri masalah pribadi. Menurut saya, PP itu bisa diperluas penerapannya terhadap anggota DPR/D, DPD, Mahkamah Agun, kepala daerah/wakil, menteri, presiden / wakil dan pejabat negara lainnya, tetapi tidak untuk umum. Tentu PP itu tidak bisa berlaku surut.

Kita memang tidak perlu berdebat panjang tentang poligami Aa Gym. Tetapi tidak boleh berdiam diri melihat banyak masalah dan keluhan dari berbagai pihak terhadap dampak negatif dari poligami dan juga terjadinya pelanggaran terhadap UU perkawinan. Tentu tidak mungkin kita melarang poligami karena Islam tidak melarang. Kondisi sosial kita berbeda dengan Turki, Tunisia, dan Maroko.

Kita juga menyetujui pendapat jangan hanya poligami yang diurusi, tetapi perbuatan maksiat seperti pornografi, pelacuran, minuman keras, perjudian, dan korupsi serta berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan juga harus diberantas. Kalau peraturan perundangannya belum ada atau kurang memadai, harus disempurnakan. Kalau aparatnya yang kurang baik, harus diperbaiki termasuk meningkatkan dana operasionalnya.

<<....baca lanjutannya

Tuesday, November 28, 2006

Kenapa Harus Menikah?

Berikut beberapa alasan mengapa harus menikah, semoga bisa memotivasi kaum muslimin untuk memeriahkan dunia dengan nikah.

1. Melengkapi agamanya
“Barang siapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi. (HR. Thabrani dan Hakim).

2. Menjaga kehormatan diri
“Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih mudah menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya. (HSR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasaiy, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).

3. Senda guraunya suami-istri bukanlah perbuatan sia-sia
“Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 245; Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 309).
Hidup berkeluarga merupakan ladang meraih pahala

4. Bersetubuh dengan istri termasuk sedekah
Pernah ada beberapa shahabat Nabi SAW berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka bisa shalat sebagaimana kami shalat; mereka bisa berpuasa sebagaimana kami berpuasa; bahkan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Beliau bersabda, “Bukankah Allah telah memberikan kepada kalian sesuatu yang bisa kalian sedekahkan? Pada tiap-tiap ucapan tasbih terdapat sedekah; (pada tiap-tiap ucapan takbir terdapat sedekah; pada tiap-tiap ucapan tahlil terdapat sedekah; pada tiap-tiap ucapan tahmid terdapat sedekah); memerintahkan perbuatan baik adalah sedekah; mencegah perbuatan munkar adalah sedekah; dan kalian bersetubuh dengan istri pun sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, kok bisa salah seorang dari kami melampiaskan syahwatnya akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Bagaimana menurut kalian bila nafsu syahwatnya itu dia salurkan pada tempat yang haram, apakah dia akan mendapatkan dosa dengan sebab perbuatannya itu?” (Mereka menjawab, “Ya, tentu.” Beliau bersabda,) “Demikian pula bila dia salurkan syahwatnya itu pada tempat yang halal, dia pun akan mendapatkan pahala.” (Beliau kemudian menyebutkan beberapa hal lagi yang beliau padankan masing-masingnya dengan sebuah sedekah, lalu beliau bersabda, “Semua itu bisa digantikan cukup dengan shalat dua raka’at Dhuha.”) (Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 125).

5. Adanya saling nasehat-menasehati

6. Bisa mendakwahi orang yang dicintai

7. Pahala memberi contoh yang baik

“Siapa saja yang pertama memberi contoh perilaku yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahala kebaikannya dan mendapatkan pahala orang-orang yang meniru perbuatannya itu tanpa dikurangi sedikit pun. Dan barang siapa yang pertama memberi contoh perilaku jelek dalam Islam, maka ia mendapatkan dosa kejahatan itu dan mendapatkan dosa orang yang meniru perbuatannya tanpa dikurangi sedikit pun.” (HR. Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Orang yang pertama kali melakukan kebaikan atau kejahatan.)

Bagaimana menurut Anda bila ada seorang kepala keluarga yang memberi contoh perbuatan yang baik bagi keluarganya dan ditiru oleh istri dan anak-anaknya? Demikian juga sebaliknya bila seorang kepala keluarga memberi contoh yang jelek bagi keluarganya?

8. Seorang suami memberikan nafkah, makan, minum, dan pakaian kepada istrinya dan keluarganya akan terhitung sedekah yang paling utama. Dan akan diganti oleh Allah, ini janji Allah.

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda: “Satu dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang kamu berikan kepada orang miskin dan satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu, maka yang paling besar pahalanya yaitu satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu.” (HR Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).

Dari Abu Abdullah (Abu Abdurrahman) Tsauban bin Bujdud., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Dinar yang paling utama adalah dinar yang dinafkahkan seseorang kepada keluarganya, dinar yang dinafkahkan untuk kendaraan di jalan Allah, dan dinar yang dinafkahkan untuk membantu teman seperjuangan di jalan Allah.” (HR. Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).

Seorang suami lebih utama menafkahkan hartanya kepada keluarganya daripada kepada yang lain karena beberapa alasan, diantaranya adalah nafkahnya kepada keluarganya adalah kewajiban dia, dan nafkah itu akan menimbulkan kecintaan kepadanya.

Muawiyah bin Haidah RA., pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: ‘Wahai Rasulullah, apa hak istri terhadap salah seorang di antara kami?” Beliau menjawab dengan bersabda, “Berilah makan bila kamu makan dan berilah pakaian bila kamu berpakaian. Janganlah kamu menjelekkan wajahnya, janganlah kamu memukulnya, dan janganlah kamu memisahkannya kecuali di dalam rumah. Bagaimana kamu akan berbuat begitu terhadapnya, sementara sebagian dari kamu telah bergaul dengan mereka, kecuali kalau hal itu telah dihalalkan terhadap mereka.” (Adab Az Zifaf Syaikh Albani hal 249).

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash RA., dalam hadits yang panjang yang kami tulis pada bab niat, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Sesungguhnya apa saja yang kamu nafkahkan dengan maksud kamu mencari keridhaan Allah, niscaya kamu akan diberi pahala sampai apa saja yang kamu sediakan untuk istrimu.” (HR. Bukhari dan Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga)

Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang cukup dianggap berdosa apabila ia menyianyiaka orang yang harus diberi belanja.” (HR. Bukhari dan Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).

Dan akan diganti oleh Allah, ini janji Allah

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya.” (Saba’: 39).

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Nabi SAW bersabda: “Setiap pagi ada dua malaikat yang datang kepada seseorang, yang satu berdoa: “Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang menafkahkan hartanya.” Dan yang lain berdoa: “Ya Allah, binasakanlah harta orang yang kikir.” (HR. Bukhari dan Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).


9. Seorang pria yang menikahi janda yang mempunyai anak, berarti ikut memelihara anak yatim


Janji Allah berupa pertolongan-Nya bagi mereka yang menikah.

1. Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (An Nur: 32)

2. Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya. (HR. Ahmad 2: 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160)


<<....baca lanjutannya

Hak-Hak Istri dalam Poligami

Poligami merupakan syariat Islam yang akan berlaku sepanjang zaman hingga hari akhir. Poligami diperbolehkan dengan syarat sang suami memiliki kemampuan untuk adil diantara para istri, sebagaimana pada ayat yang artinya:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Berlaku adil dalam bermuamalah dengan istri-istrinya, yaitu dengan memberikan kepada masing-masing istri hak-haknya. Adil disini lawan dari curang, yaitu memberikan kepada seseorang kekurangan hak yang dipunyainya dan mengambil dari yang lain kelebihan hak yang dimilikinya. Jadi adil dapat diartikan persamaan. Berdasarkan hal ini maka adil antar para istri adalah menyamakan hak yang ada pada para istri dalam perkara-perkara yang memungkinkan untuk disamakan di dalamnya.

Adil adalah memberikan sesuatu kepada seseorang sesuai dengan haknya.
Apa saja hak seorang istri di dalam poligami?

Diantara hak setiap istri dalam poligami adalah sebagai berikut:

A. Memiliki rumah sendiri

Setiap istri memiliki hak untuk mempunyai rumah sendiri. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat Al Ahzab ayat 33, yang artinya, “Menetaplah kalian (wahai istri-istri Nabi) di rumah-rumah kalian.” Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menyebutkan rumah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam bentuk jamak, sehingga dapat dipahami bahwa rumah beliau tidak hanya satu.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Aisyah Radhiyallahu 'Anha menceritakan bahwa ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sakit menjelang wafatnya, beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya, “Dimana aku besok? Di rumah siapa?’ Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menginginkan di tempat Aisyah Radhiyallahu 'Anha, oleh karena itu istri-istri beliau mengizinkan beliau untuk dirawat di mana saja beliau menginginkannya, maka beliau dirawat di rumah Aisyah sampai beliau wafat di sisi Aisyah. Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam meninggal di hari giliran Aisyah. Allah mencabut ruh beliau dalam keadaan kepada beliau bersandar di dada Aisyah Radhiyallahu 'Anha.

Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan dalam kitab Al Mughni bahwasanya tidak pantas seorang suami mengumpulkan dua orang istri dalam satu rumah tanpa ridha dari keduanya. Hal ini dikarenakan dapat menjadikan penyebab kecemburuan dan permusuhan di antara keduanya. Masing-masing istri dimungkinkan untuk mendengar desahan suami yang sedang menggauli istrinya, atau bahkan melihatnya. Namun jika para istri ridha apabila mereka dikumpulkan dalam satu rumah, maka tidaklah mereka. Bahkan jika keduanya ridha jika suami mereka tidur diantara kedua istrinya dalam satu selimut tidak mengapa. Namun seorang suami tidaklah boleh menggauli istri yang satu di hadapan istri yang lainnya meskipun ada keridhaan diantara keduanya.

Tidak boleh mengumpulkan para istri dalam satu rumah kecuali dengan ridha mereka juga merupakan pendapat dari Imam Qurthubi di dalam tafsirnya dan Imam Nawawi dalam Al Majmu Syarh Muhadzdzab.


B. Menyamakan para istri dalam masalah giliran

Setiap istri harus mendapat jatah giliran yang sama. Imam Muslim meriwayatkan hadits yang artinya Anas bin Malik menyatakan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memiliki 9 istri. Kebiasaan beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bila menggilir istri-istrinya, beliau mengunjungi semua istrinya dan baru behenti (berakhir) di rumah istri yang mendapat giliran saat itu.

Ketika dalam bepergian, jika seorang suami akan mengajak salah seorang istrinya, maka dilakukan undian untuk menentukan siapa yang akan ikut serta dalam perjalanan. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyatakan bahwa apabila Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya, siapa yang akan beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sertakan dalam safarnya. Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam biasa menggilir setiap istrinya pada hari dan malamnya, kecuali Saudah bintu Zam’ah karena jatahnya telah diberikan kepada Aisyah Radhiyallahu 'Anha.

Imam Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa seorang suami diperbolehkan untuk masuk ke rumah semua istrinya pada hari giliran salah seorang dari mereka, namun suami tidak boleh menggauli istri yang bukan waktu gilirannya.

Seorang istri yang sedang sakit maupun haid tetap mendapat jatah giliran sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, bahwa Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyatakan bahwa jika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ingin bermesraan dengan istrinya namun saat itu istri Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sedang haid, beliau memerintahkan untuk menutupi bagian sekitar kemaluannya.

Syaikh Abdurrahman Nashir As Sa’dy rahimahullah, ulama besar dari Saudi Arabia, pernah ditanya apakah seorang istri yang haid atau nifas berhak mendapat pembagian giliran atau tidak. Beliau rahimahullah menyatakan bahwa pendapat yang benar adalah bagi istri yang haid berhak mendapat giliran dan bagi istri yang sedang nifas tidak berhak mendapat giliran. Karena itulah yang berlaku dalam adat kebiasaan dan kebanyakan wanita di saat nifas sangat senang bila tidak mendapat giliran dari suaminya.


C. Tidak boleh keluar dari rumah istri yang mendapat giliran menuju rumah yang lain

Seorang suami tidak boleh keluar untuk menuju rumah istri yang lain yang bukan gilirannya pada malam hari kecuali keadaan darurat. Larangan ini disimpulkan dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di rumah Aisyah Radhiyallahu 'Anha, tidak lama setelah beliau berbaring, beliau bangkit dan keluar rumah menuju kuburan Baqi sebagaimana diperintahkan oleh Jibril alaihi wa sallam. Aisyah Radhiyallahu 'Anha kemudian mengikuti beliau karena menduga bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam akan pergi ke rumah istri yang lain. Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pulang dan mendapatkan Aisyah Radhiyallahu 'Anha dalam keadaan terengah-engah, beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu 'Anha, “Apakah Engkau menyangka Allah dan Rasul-Nya akan berbuat tidak adil kepadamu?”

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah menyatakan tidak dibolehkannya masuk rumah istri yang lain di malam hari kecuali darurat, misalnya si istri sedang sakit. Jika suami menginap di rumah istri yang bukan gilirannya tersebut, maka dia harus mengganti hak istri yang gilirannya diambil malam itu. Apabila tidak menginap, maka tidak perlu menggantinya.

Syaikh Abdurrahman Nashir As Sa’dy rahimahullah pernah ditanya tentang hukum menginap di rumah salah satu dari istrinya yang tidak pada waktu gilirannya.

Beliau rahimahullah menjawab bahwa dalam hal tersebut dikembalikan kepada ‘urf, yaitu kebiasaan yang dianggap wajar oleh daerah setempat. Jika mendatangi salah satu istri tidak pada waktu gilirannya, baik waktu siang atau malam tidak dianggap suatu kezaliman dan ketidakadilan, maka hal tersebut tidak apa-apa. Dalam hal tersebut, urf sebagai penentu karena masalah tersebut tidak ada dalilnya.


D. Batasan Malam Pertama Setelah Pernikahan

Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu 'Anhu bahwa termasuk sunnah bila seseorang menikah dengan gadis, suami menginap selama tujuh hari, jika menikah dengan janda, ia menginap selama tiga hari. Setelah itu barulah ia menggilir istri-istri yang lain.

Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa Ummu Salamah Radhiyallahu 'Anha mengkhabarkan bahwa ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menikahinya, beliau menginap bersamanya selama tiga hari dan beliau bersabda kepada Ummu Salamah, “Hal ini aku lakukan bukan sebagai penghinaan kepada keluargamu. Bila memang engkau mau, aku akan menginap bersamamu selama tujuh hari, namun aku pun akan menggilir istri-istriku yang lain selama tujuh hari.”


E. Wajib menyamakan nafkah

Setiap istri memiliki hak untuk mempunyai rumah sendiri-sendiri, hal ini berkonsekuensi bahwa mereka makan sendiri-sendiri, namun bila istri-istri tersebut ingin berkumpul untuk makan bersama dengan keridhaan mereka maka tidak apa-apa.

Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa bersikap adil dalam nafkah dan pakaian menurut pendapat yang kuat, merupakan suatu kewajiban bagi seorang suami.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu mengabarkan bahwa Ummu Sulaim mengutusnya menemui Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan membawa kurma sebagai hadiah untuk beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Kemudian kurma tersebut untuk dibagi-bagikan kepada istri-istri beliau segenggam-segenggam.

Bahkan ada keterangan yang dibawakan oleh Jarir bahwa ada seseorang yang berpoligami menyamakan nafkah untuk istri-istrinya sampai-sampai makanan atau gandum yang tidak bisa ditakar / ditimbang karena terlalu sedikit, beliau tetap membaginya tangan pertangan.


F. Undian ketika safar
Bila seorang suami hendak melakukan safar dan tidak membawa semua istrinya, maka ia harus mengundi untuk menentukan siapa yang akan menyertainya dalam safar tersebut.

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan bahwa kebiasaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bila hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya, siapa yang akan diajak dalam safar tersebut.

Imam Ibnu Qudamah menyatakan bahwa seoarang yang safar dan membawa semua istrinya atau menginggalkan semua istrinya, maka tidak memerlukan undian.

Jika suami membawa lebih dari satu istrinya, maka ia harus menyamakan giliran sebagaimana ia menyamakan diantara mereka ketika tidak dalam keadaan safar.


G. Tidak wajib menyamakan cinta dan jima’ di antara para istri

Seorang suami tidak dibebankan kewajiban untuk menyamakan cinta dan jima’ di antara para istrinya. Yang wajib bagi dia memberikan giliran kepada istri-istrinya secara adil.

Ayat “Dan kamu sekali-kali tiadak dapat berlaku adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin demikian” ditafsirkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa manusia tidak akan sanggup bersikap adil di antara istri-istri dari seluruh segi. Sekalipun pembagian malam demi malam dapat terjadi, akan tetapi tetap saja ada perbedaan dalam rasa cinta, syahwat, dan jima’.

Ayat ini turun pada Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sangat mencintainya melebihi istri-istri yang lain. Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkata, “Ya Allah inilah pembagianku yang aku mampu, maka janganlah engkaucela aku pada apa yang Engkau miliki dan tidak aku miliki, yaitu hati.”

Muhammad bin Sirrin pernah menanyakan ayat tersebut kepada Ubaidah, dan dijawab bahwa maksud surat An Nisaa’ ayat 29 tersebut dalam masalah cinta dan bersetubuh. Abu Bakar bin Arabiy menyatakan bahwa adil dalam masalah cinta diluar kesanggupan seseorang. Cinta merupakan anugerah dari Allah dan berada dalam tangan-Nya, begitu juga dengan bersetubuh, terkadang bergairah dengan istri yang satu namun terkadang tidak. Hal ini diperbolehkan asal bukan disengaja, sebab berada diluar kemampuan seseorang.

Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa tidak wajib bagi suami untuk menyamakan cinta diantara istri-istrinya, karena cinta merupakan perkara yang tidak dapat dikuasai. Aisyah Radhiyallahu 'Anha merupakan istri yang paling dicintai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Dari sini dapat diambil pemahaman bahwa suami tidak wajib menyamakan para istri dalam masalah jima’ karena jima’ terjadi karena adanya cinta dan kecondongan. Dan perkara cinta berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Zat yang membolak-balikkan hati. Jika seorang suami meninggalkan jima’ karena tidak adanya pendorong ke arah sana, maka suami tersebut dimaafkan. Menurut Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, bila dimungkinkan untuk menyamakan dalam masalah jima, maka hal tersebut lebih baik, utama, dan lebih mendekati sikap adil.

Penulis Fiqh Sunnah menyarankan; meskipun demikian, hendaknya seoarang suami memenuhi kebutuhan jima istrinya sesuai kadar kemampuannya.

Imam al Jashshaash rahimahullah dalam Ahkam Al Qur’an menyatakan bahwa, “Dijadikan sebagian hak istri adalah menyembunyikan perasaan lebih mencintai salah satu istri terhadap istri yang lain.”


Saran

Seorang suami yang hendak melakukan poligami hendaknya melihat kemampuan pada dirinya sendiri, jangan sampai pahala yang dinginkan ketika melakukan poligami malah berbalik dengan dosa dan kerugian. Dalam sebuah hadits disebutkan (yang artinya) “Barangsiapa yang mempunyai dua istri, lalu ia lebih condong kepada salah satunya dibandingkan dengan yang lain, maka pada hari Kiamat akan datang dalam keadaan salah satu pundaknya lumpuh miring sebelah.” (HR. Lima)

Allahu A’lam; Semoga bermanfaat

<<....baca lanjutannya